PADANGSIDIMPUAN,- Seperti diketahui Pengadilan Agama (PA) Kota Padangsidimpuan beberapa waktu lalu ngotot melakukan Konstatering (pencocokan ukuran atas objek) ke rumah kediaman dr. Badjora M. Siregar.
Namun pencocokan tersebut mendapatkan penolakan dari keluarga dr. Badjora karena data yang mau dicocokkan tidak ada sama sekali dan/atau tidak bisa ditunjukkan oleh Pengadilan Agama (PA) Kota Padangsidimpuan.
"Apa yang mau dicocok, apa bisa data yang nggak ada dicocokkan dengan di lapangan", tanya kuasa hukum dr. Badjora (Amin M. Ghamal, SH & Alwi Akbar Ginting) kepada wartawan, itu sama saja mengukur yang tidak ada, jelas kuasa hukum dr. Badjora.
Alih-alih data yang mau dicocokkan ada di kantor, ternyata saat Kuasa Hukum dr. Badjora mendatangi PA Kota Padangsidimpuan meminta data tersebut, pihak PA berdalih banyak alasan. Alasan tersebut diantaranya harus membuat surat permohonan.
Begitupun surat permohonan juga telah dibuat dengan mengisi form yang sudah disediakan oleh PA Kota Padangsidimpuan, namun melalui suratnya PA Kota Padangsidimpuan secara diplomatis menjawab bahwa segala data yang berhubungan dengan proses persidangan dalam perkara harta warisan antara Ny. Sarline Siregar dkk. melawan dr. Badjora Muda Siregar telah termuat dalam putusan PA Kota Psp nomor 141/Pdt.G/2016/PA. Pspk Jo. Putusan PT Medan Jo. Putusan Kasasi Mahkamah Agung.
Padahal pada saat konstatering sebelumnya salah seorang Panitera yang disaksikan banyak publik lengkap dengan dokumentasi rekaman vidio menyebutkan kalau dia mempersilahkan kuasa hukum dr. Badjora untuk datang dalam tempo waktu 1 Minggu melihat data dimaksud.
Kenapa data itu perlu?
Perlunya menunjukkan data agar pihak lain tidak terzalimi dan/atau tidak menyerobot tanah orang lain . Data dimaksud berupa rincian ukuran dari luas yang disebutkan, seperti ukuran panjang berapa , ukuran lebar berapa. Ukuran tersebut berbatas dengan siapa dan berbatas dengan apa, sehingga tidak mengenai tanah orang lain.
Menurut kuasa hukum dr. Badjora ukuran yang tertera pada persidangan tersebut hanya berbentuk ukuran luas saja, sementara detail ukuran panjang dan ukuran lebar tidak ada dan berbatas dengan siapapun tidak ada.
Data tersebut hanya diambil dari lurah yang sifatnya menaksir-naksir tanpa ada praktek melakukan pengukuran ke lokasi, jelas kuasa hukum dr. Badjora.
Seharusnya untuk melakukan pengukuran tanah harus dilakukan oleh pihak BPN dan lurah hanya menyaksikan, itu pun juga harus disaksikan oleh ahli waris.
Andai ada yang menyebutkan bahwa telah pernah dilakukan pengukuran ulang dan dihadiri oleh dr. Badjora selaku orang ahli waris yang tinggal di lokasi itu adalah bohong. Karena saat mereka mengatakan tanggal pengukuran tersebut dr. Badjora tidak ada di kota Padangsidimpuan dan bisa dibuktikan dengan data yang ada, kata kuasa hukum dr. Badjora.
Kuasa hukum dr. Badjora berharap, meskipun ada oknum yang ingin menguasai rumah kediaman dr. Badjora ini sebaiknya ditempuh secara elegan bukan dengan menghalalkan segala cara.
Berhubungan dengan kondisi akan dilakukan Konstatering kedua, ada baiknya pihak kepolisian menghimbau Pengadilan Agama Kota Padangsidimpuan untuk melakukan penundaan hingga masa Pilpres selesai, hal ini juga untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan.
"Bukan tidak mungkin muncul emosional antara kedua belah pihak dan memicu munculnya ketidak kondusifan", jelas kuasa hukum dr. Badjora.
Atau sebelum dilakukan Konstatering, pihak kepolisian tidak salah melakukan mediasi antara kedua belah pihak yang bersengketa. Meski posisi Pengadilan Agama tidak tunduk kepada Kepolisian.*(AIS)